12 Alasan Lembaga Independen Beri Nilai Merah untuk Prabowo – Gibran
bacasatuRapor merah setahun kinerja Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Rapor merah itu diberikan Lembaga penelitian independen Center of Economics and Law Studies (Celios).
Celios memberikan nilai 3 dari 10 untuk keseluruhan satu tahun kinerja Pranowo – Gibran dalam rilisnya, Minggu (19/10/2025).
Nilai itu merupakan nilai akhir dari hasil survei terpisah terhadap jurnalis dan masyarakat umum.
Waktu pengambilan survei dilakukan pada 30 September-13 Oktober 2025 terhadap 120 jurnalis dari 60 lembaga pers di Indonesia, serta 1.338 responden yang berasal dari pedesaan, pinggiran kota, hingga perkotaan.
Ada sejumlah perbandingan dalam teknik pengumpulan data yang dilakukan terhadap 120 jurnalis dan 1.338 masyarakat umum.
Perbandingan itu termasuk dalam hal tujuan utama, mengapa digunakan, fokus penilaian, alasan fokus penilaian, sumber responden, dasar penilaian, metode pengumpulan data, teknik sampling, teknik analisis, instrumen survei, validitas, jumlah responden, cakupan wilayah, output data, waktu pengambilan data, dan kelebihan.
Sementara, aspek penilaian termasuk janji politik, capaian program, kebijakan, tata kelola anggaran, peneganan hukum, hingga soal pemberantasan korupsi.
Mayoritas responden, baik jurnalis maupun masyarakat umum, memberikan nilai sangat buruk untuk semua aspek selama satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran.
Berikut rincian hasil survei CELIOS secara keseluruhan untuk satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran:
1. Sebanyak 56 persen responden menganggap janji politik Prabowo-Gibran hanya setengah hati dengan angka 56 persen.
2. Capaian program dinilai 72 persen responden masih belum efektif.
3. Rencana kebijakan dianggap tak sesuai kebutuhan publik oleh 80 persen responden.
4. Kualitas kepemimpinan di bawah ekspektasi menurut 64 persen responden.
5. Mayoritas responden, tepatnya sebanyak 81 persen, manilai tata kelola anggaran belum transparan.
6. Komunikasi kebijakan belum memuaskan menurut 91 persen responden.
7. Penegakan hukum semakin tumpul menurut 75 persen responden.
8. Sebanyak 96 persen responden menuntut menteri berkinerja buruk agar mundur dari jabatannya.
9. Pajak dan pungutan dianggap memberatkan masyarakat oleh 84 persen responden.
10. Bantuan ekonomi dinilai tak membantu kebutuhan harian oleh 53 persen responden.
11.Sebanyak 58 persen responden berpendapat kolaborasi antar kementerian dalam kabinet tidak efektif.
12. Sebanyak 43 persen responden menganggap pemerintah belum maksimal dalam upaya memberantas korupsi.
Menurut rangkuman survei CELIOS, hampir semua sektor di pemerintahan Prabowo-Gobran mendapat rapor merah.
“Prabowo Subianto mendapat nilai 3 dari 10, Gibran Rakabuming Raka 2 dari 10, Polri 2 dari 10, dan TNI 3 dari 10,” bunyi rilis CELIOS, dikutip Tribunnews.com.
Jokowi Anggap Baik
Sementara itu, ayah Wapres Gibran Rakabuming Raka, Joko Widodo (Jokowi), menilai setahun pemerintahan Prabowo dan anaknya berjalin cukup baik.
Meski demikian, mantan Presiden RI ini menyarankan agar pemerintahan Prabowo-Gibran melakukan evaluasi terhadap sejumlah program, termasuk Makanan Bergizi Gratis (MBG) dan Sekolah Rakyat.
Hal ini, kata Jokowi, berkaca dari banyaknya kasus keracunan dan polemik dari MBG.
“Tahun ini saya bisa lihat semuanya berjalan dan baik,” kata Jokowi, Senin (20/10/2025), dilansir YouTube KompasTV.
“Bahwa ada hal yang kecil-kecil yang perlu dievaluasi, perlu dikoreksi. Saya kira sudah dijalankan, sudah evaluasinya, baik yang berkaitan sekolah rakyat, berkaitan dengan makan bergizi gratis.”
“Kita melihat berjalan dengan baik dan itu diapresiasi oleh masyarakat,” urainya.
Saran soal evaluasi MBG juga datang dari Golkar dan PDIP.
Sekretaris Jenderal DPP Golkar, Muhammad Sarmuji, mengatakan perlu dilakukan banyak perbaikan terkait program MBG, terutama dalam hal tata kelola.
Pasalnya, masih ditemukan banyak masalah seperti halnya siswa yang keracunan usai santap menu MBG.
“Tata kelolanya saja yang harus diperbaiki. Perlu dipikirkan jumlah siswa yang dijangkau dalam satu dapur apakah perlu dilakukan pengurangan.”
“Atau jika diperlukan bisa melibatkan komite sekolah yang isinya adalah orang tua siswa,” tuturnya, Minggu (19/10/2025)..
Meski begitu, Golkar, kata Sarmuji, tetap merasa optimistis dengan program tersebut.
Apabila berhasil, ia meyakini akan berpengaruh pada peningkatan perekonomian di Indonesia.
“MBG sebenarnya program yang sangat baik. Jika berhasil akan bisa menjadi pengungkit baru perekonomian,” tandas dia.
Terpisah, anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PDIP, Edu Wuryanto, memberikan sejumlah catatan mengenai pelaksanaan MBG.
Catatan pertama, Edy menyoroti soal masih semrawutnya pelaksanaan program MBG.
Laporan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) pada 13 Oktober mencatat, sejak awal pelaksanaan, sebanyak 11.566 anak mengalami keracunan setelah mengonsumsi makanan dari penyelenggara MBG.
Menurut politikus PDIP ini, fakta tersebut menegaskan lemahnya sistem keamanan pangan di lapangan, sekaligus belum tuntasnya regulasi tata kelola program.
“Pemerintah memang menyebut rancangan Peraturan Presiden tentang MBG sedang dalam proses harmonisasi. Tapi, program ini sudah berjalan hampir setahun tanpa payung hukum yang jelas. Akibatnya, pelaksanaan di lapangan cenderung semrawut,” ujarnya, Minggu.
Catatan kedua, Edy menyoroti soal dampak ekonomi dari program MBG.
Secara ekonomi, ia menilai MBG mulai menggerakkan UMKM pangan, petani, dan nelayan lokal.
Namun, menurut Edy, indikator dampak ekonomi program masih harus diuji dengan data konkret.
“Pembentukan SPPG di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) masih belum merata. Artinya, manfaat ekonomi MBG belum dirasakan secara setara. Kita perlu evaluasi lebih lanjut agar tidak terjadi ketimpangan,” jelas Edy.
Catatan ketiga, Edy monyoroti soal efektivitas program MBG dalam menurunkan angka stunting.
Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024, angka stunting nasional menurun dari 21,5 persen menjadi 19,8 persen.
Ketika ada intervensi MBG, apakah nantinya akan kembali menurunkan angka stunting.
Menurut Edy, hipotesis ini harus diuji lagi karena program ini baru seumur jagung.
“Menurunkan stunting tidak bisa diukur dalam satu tahun. Intervensi gizi harus dilakukan sejak remaja, calon pengantin, ibu hamil, hingga anak usia dua tahun. MBG hanya salah satu bagian dari rantai panjang itu,” kata dia.
Untuk memastikan efektivitas program, Edy mendorong Kementerian Kesehatan dan BGN melakukan survei gizi tahunan terhadap kelompok sasaran MBG.
“Kita perlu tahu apakah MBG benar-benar berdampak terhadap status gizi anak-anak,” pungkasnya.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Farryanida Putwiliani/Igman Ibrahim/Rizki Sandi)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com



Post Comment