Danantara Jelaskan Alasan Parkir Dana di SBN Pasca Kritik Menkeu Purbaya

Strategi Investasi Danantara Indonesia dalam Surat Berharga Negara

Badan Pengelola Investasi Danantara Indonesia memberikan penjelasan mengenai alasan pihaknya menempatkan sebagian dana investasinya pada surat berharga negara (SBN). Penjelasan ini muncul setelah Danantara mendapat kritik dari Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Managing Director Treasury Danantara Indonesia, Ali Setiawan, menjelaskan bahwa langkah tersebut merupakan bagian dari strategi diversifikasi untuk menjaga stabilitas dan likuiditas portofolio investasi nasional.

Ali menekankan bahwa kebijakan ini juga bertujuan untuk menyeimbangkan antara investasi jangka panjang dengan instrumen yang mudah dicairkan. Ia menyatakan bahwa ketika Danantara menerima dana sebesar 100, tidak semua dana langsung digunakan untuk proyek berisiko tinggi. Sebaliknya, sebagian dana perlu disimpan di instrumen likuid agar bisa dimanfaatkan sewaktu-waktu.

Menurutnya, portofolio Danantara ke depan akan terbagi dalam dua kategori utama, yaitu investasi langsung dan investasi di pasar modal. Komposisi portofolio ini diperkirakan mencakup 60% hingga 70% untuk membangun proyek strategis, sedangkan sisanya sebesar 30% hingga 40% ditempatkan pada aset likuid seperti SBN.

Pendekatan ini dinilai penting agar Danantara memiliki ruang untuk menyalurkan pendanaan ke proyek prioritas tanpa mengorbankan likuiditas jangka pendek. Ali menegaskan bahwa Danantara berbeda dengan sovereign wealth fund negara lain. Alasannya adalah sumber pendanaannya murni dari dividen BUMN dalam mata uang rupiah, bukan dari hasil ekspor komoditas atau cadangan devisa.

“Pendanaan kami seluruhnya bersumber dari dividen BUMN dan dalam rupiah. Jadi, sifatnya lebih domestik, tidak seperti sovereign fund yang berasal dari hasil minyak atau dolar,” ujar Ali.

Di sisi lain, delapan sektor akan menjadi fokus utama Danantara Indonesia, antara lain hilirisasi, energi termasuk energi terbarukan, kesehatan, dan teknologi. Sejumlah proyek juga sedang dimatangkan bersama pemerintah daerah, kementerian, serta mitra internasional. Salah satunya adalah waste-to-energy (WtE) yang relevan untuk pengelolaan sampah perkotaan dan transisi energi bersih.

“Proyek-proyek tersebut membutuhkan waktu. Misalnya pembangunan hydropower plant bisa memakan empat hingga lima tahun. Oleh karena itu, ekspektasi hasil harus realistis,” kata Ali.

Dalam pemberitaan sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyampaikan kritik bahwa Danantara lebih banyak menggunakan dividen BUMN untuk membeli SBN pemerintah ketimbang menyalurkannya ke berbagai proyek. Kritik ini disampaikan Purbaya saat menghadiri rapat perdana sebagai anggota dewan pengawas Danantara di Wisma Danantara Indonesia, Rabu (15/10).

Purbaya mencatat bahwa sepanjang 2025 Danantara telah menikmati dividen BUMN senilai Rp90 triliun sesuai dengan target APBN. Namun demikian, sebagian besar dana itu masih dialihkan ke pembelian SBN pemerintah.

“Kalau Anda taruh obligasi begitu banyak di pemerintah, keahlian Anda apa? Tapi mereka bilang ini hanya tiga bulan terakhir, karena belum sempat buat proyek. Ke depan akan mereka perbaiki,” ucap Purbaya.

Ia mendorong agar pendapatan Danantara dari dividen BUMN diinvestasikan ke proyek-proyek yang mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Pemerintah diketahui menargetkan investasi nasional naik 8,5% pada 2029 atau akhir periode pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, dengan total investasi mencapai Rp10.000 triliun dan pertumbuhan ekonomi diharapkan mencapai 8%.

Secara proporsi, investasi swasta ditargetkan mampu menyumbang Rp8.300 triliun, Danantara senilai Rp980 triliun, dan pemerintah Rp710 triliun.

Post Comment